SELAMAT DATANG DI BLOG BATIK BOJONEGORO - Informasi Seputar Batik, Makanan Khas, Wisata dan Berita Bojonegoro

Batik Jonegoran Kian Menawan Hati dengan Pewarna Alami

Posted by Mufa on 22.02

batik jonegoroan pewarna alami, batik bojonegoro, batik pewarna alami

Salah satu kekayaan budaya yang dimiliki Indonesia adalah batik. Kain Batik merupakan budaya bangsa yang memuat berbagai filosofis didalammnya seperti ketekunan, kesabaran, dan keindahan. Motif batik sangat beraneka ragam, masing-masing daerah di Indonesia memiliki corak batik tertentu sesuai dengan karakteristik dan potensi daerah setempat.

Sembilan Motif Batik Jonegoroan

Batik Jonegoroan merupakan batik khas Kabupaten Bojonegoro. Batik Jonegoroan merupakan ide gagasan dari Ibu Mahfudho Suyoto (Istri Bupati Bojonegoro). Beliau berserta Dinas Pariwisata Bojonegoro mengadakan lomba pembuatan motif batik pada tahun 2008. Dari lomba yang bertema “Kekayaan dan Potensi di Kabupaten Bojonegoro” tersebut diperoleh sembilan motif Batik Jonegoroan. Sembilan motif tersebut adalah 

1.    Sekar Jati
2.    Pari Sumilak
3.    Sata Ganda Wangi
4.    Jagung Miji Emas
5.    Gatra Rinonce
6.    Parang Dahana Munggal
7.    Meliwis Mukti
8.    Parang Lembu Sekar Rinambat
9.    Rancak Tengul

Perkembangan Batik Jonegoroan menunjukan kecenderungan yang positif. Pada tahun 2010 pemerintah menambah lima motif batik Jonegoroan yang mengusung tema tentang potensi agrowisata Bojonegoro. Lima motif tambahan tersebut antara lain: Surya Salak Kartika, Pelem-pelem Suminar, Belimbing Lining Limo, Sekar Rosela, Woh Roning Pisang. Kini Kabupaten Bojonegoro memiliki empat belas motif Batik Jonegoroan.

Batik Jonegoroan memiliki motif yang kreatif dan indah. Motif dari Batik Jonegoroan menggambarkan terkait potensi dari Bojonegoro. Motif yang banyak disukai para pembeli adalah motif sekar jati. Motif Jati ini juga dipilih sebagai pakaian resmi dalam Konferensi Anak Indonesia (KAI) karena sekar jati adalah simbol tekad kuat, pengorbanan dan keberhasilan melakukan perubahan menuju perilaku sanitasi yang baik.

Kabupaten Bojonegoro juga mempunyai batik khusus yang hanya dapat dikenakan oleh para jajaran pemerintahan dan kange yune (duta wisata) pada Hari Jadi Kabupaten Bojonegoro. Motif batik khusus tersebut adalah Jati Berlian. Motif Jati Berlian tidak dibuat untuk tujuan komersil sehingga motif ini tidak diperjualbelikan. Hanya beberapa pengrajin batik di Bojonegoro yang dipercaya bupati Bojonegoro untuk membuat batik dengan motif Jati Berlian. Salah satu pengrajin tersebut adalah mak ni yang tempat produksinya berada di Desa Wisata Budaya Jono.


motif jati berlian


Proses pembuatan batik

Proses pewarnaan batik bisa menggunakan pewarna sintesis dan pewarna alami. Sebagian besar pengrajin batik di Bojonegoro lebih memilih menggunakan pewarna sintetis dalam proses pewarnaan kain batik agar dapat memproduksi batik dalam jumlah banyak, waktu yang singkat, dan dengan biaya yang murah. Biaya produksi kain batik dengan pewarna sintetis relatif rendah sehingga harga jualnya pun rendah. Penggunaan pewarna sintetis dalam proses produksi kain batik memberikan dampak negatif bagi manusia dan lingkungan. Zat-zat yang terkandung dalam pewarna sintesis sulit terurai di alam, sehingga akan mencemari tanah dan sumber air di sekitarnya. Untuk itulah perlu digalakkan penggunaan pewarna alami pada proses pembuatan batik.

Berdasarkan hasil obervasi, diketahui terdapat suatu tempat produksi kain batik di Bojonegoro yang tidak hanya menggunakan pewarna sintetis dalam proses pencelupan kain batik, melainkan juga menggunakan pewarna alami dari tumbuhan. Tempat produksi tersebut terletak di Desa Wisata Budaya Jono. Desa Jono ini memiliki potensi dalam upaya konservasi tumbuhan-tumbuhan yang digunakan oleh pengrajin batik sebagai pewarna alami. Hal ini didasarkan pada kondisi geografis desa tersebut yang memiliki area hutan jati dan kondisi tanah yang tergolong subur. Wisatawan yang berkunjung di Desa Wisata Budaya Jono dapat melihat dan belajar proses pembuatan Batik Jonegoroan. Selain itu, mereka juga dapat melihat atraksi tarian khas Bojonegoro. Desa Wisata Budaya Jono juga menyediakan home stay untuk wisatawan.
desa wisata jono bojonegoro


Proses pembuatan batik jonegoroan dengan pewarna alami

Proses pembuatan batik dari pewarnaan alami tidak mudah dan membutuhkan waktu yang lama. Dimulai dengan persiapan kain putih sebagai bahan utama pembuatan batik. Kain-kain yang digunakan dalam pembuatan batik adalah kain mori, rayon, katun dan sutra. Langkah pembuatan batik yang meliputi perebusan kain, pembuatan motif batik, pewarnaan, penguncian warna dan pelorodan. Skema proses pembuatan batik jonegoroan dengan pewarna alami dapat dilihat pada gambar berikut ini:



1.    Perebusan kain (Mordating)
Kain direbus dengan air tawas dengan suhu berkisar 80-90oC, selama 45 menit kemudian dikeringkan. Perebusan kain dilakukan untuk menghilangkan kanji pada kain. Setelah kering, kain dilipat dan dipukul-pukul agar benang menjadi kendor dan lemas. Tujuan dari seluruh proses mordating diawal tahap proses pembuatan batik adalah agar lilin/malam dapat melekat sempurna pada kain yang akan dibatik.

2.    Proses pembuatan motif (Mbatik)
Pembuatan motif pada kain batik dilakukan dengan cara tulis maupun cap. Proses mbatik dengan cara tulis dilakukan dengan pembuatan motif menggunakan canting yang berisi lilin/malam. Kain batik terlebih dahulu digambar motifnya dengan menggunakan pensil kemudian garis-garis motif ditutup dengan malam menggunakan canting. Batik cap dilakukan dengan menaruh alat cap motif pada lilin/malam diatas wajan/pengggorengan khusus batik cap kemudian dicapkan pada kain.

3.    Penutupan motif dengan lilin / malam
Bagian-bagian motif yang tidak diwarnai dan diwarnai berbeda ditutup dengan lilin/malam menggunakan kuas. Lilin/malam ini berfungsi agar warna tidak masuk pada kain. Lilin/malam batik terbuat dari gondorukem (getah pinus), paraffin, dan lilin tawon. Ketiga bahan tersebut dicampur untuk menghasilkan lilin/malam.

4.    Pewarnaan
Pembuatan pewarna alami dilakukan dengan cara ekstraksi/penghancuran bagian-bagian tumbuhan yang digunakan. Kemudian bagian-bagian tersebut direbus dengan air perbandingan (5 kg : 10 liter) hingga mendapatkan air 3-4 liter untuk selembar kain batik (3 x 1,5 meter). Hasil perebusan didiamkan selama satu hari dan kemudian disaring. Pewarna alami siap digunakan untuk mewarnai kain batik. Motif kain batik yang sudah ditutup dengan lilin kemudian diwarna untuk memberi warna dasar kain. Pada proses pewarnaan dilakukan berulang kali untuk memperoleh warna yang dikehendaki (dikeringkan-dicelupkan). Proses pengeringan kain batik dilakukan di dalam ruangan.

5.    Penguncian warna
Proses ini bertujuan untuk mengunci warna dan mendapatkan warna yang terang, sedikit tua dan tua pada kain. Tawas digunakan untuk memperoleh warna yang terang. Kapur digunakan untuk warna yang agak gelap. Sedangkan, tunjung digunakan untuk warna yang gelap. Kain batik yang sudah diwarna kemudian dicelupkan pada larutan fiksasi. Setelah pewarnaan dan proses fiksasi pertama selesai dilanjutkan dengan menutup warna dasar/pertama dengan lilin/malam disertai dengan penghilangan lilin yang pertama pada motif batik.

6.    Menghilangkan lilin (Pelorodan)
Pelodoran dilakukan dengan cara mengerok dan merebus kain dengan air soda abu agar lilin yang menempel pada kain hilang. Selanjutnya proses pencucian dengan menggunakan lerak (Sapindus rarak DC.). Daging buah lerak dihancurkan kemudian direndam dengan air sehingga keluar buih. Kain direndam di dalam larutan tersebut kemudian dibilas dengan air bersih. Kain yang sudah dibilas, diperas, dan dijemur. Selain penggunaan lerak bisa digunakan larutan asam cuka.

Tumbuhan Sebagai Pewarna Batik
Pengrajin batik mendapatkan bagian-bagian tumbuhan dengan cara memanfaatkan tumbuhan yang ada di perkarangan dan membelinya. Beberapa tumbuhan yang dimanfaatkan sebagai pewarna alami oleh pengrajin adalah Jati, Mahoni, Ketapang, Asam Jawa, Manggis, Mangga, Suji, Pandan, Tarum, Jambu biji, Pisang, dan Bawang merah, seperti terlihat pada table berikut ini:

Jenis-jenis tumbuhan yang digunakan sebagai pewarna batik

Dari semua jenis tumbuhan yang bisa digunakan sebagai pewarna batik, jati dan mahoni merupakan tumbuhan yang paling sering digunakan untuk pewarna batik. Ekstraksi daun jati menghasilkan warna merah hati. Sedangkan, ekstraksi kulit pohon mahoni menghasilkan warna merah kecokelatan. Pengrajin mendapatkan bagian tumbuhan tersebut dengan cara mengambil di kebun/talun desa dan hutan.

Kualitas Batik dari Pewarna Alami
Berdasarkan hasil wawancara dengan pembeli dan pengrajin diperoleh informasi tentang kualitas batik dengan menggunakan pewarna alami. Kualitas batik ditinjau dari tiga aspek yaitu keawetan, kecerahan dan harga jual.

Keawetan
Pengrajin menyatakan warna dari pewarna sintetis akan mudah pudar jika dibandingkan dengan pewarna alami. Batik dengan pewarna alami kondisi warnanya tidak mudah pudar walaupun sudah 10 tahun dikenakan. Keawetan batik tersebut dapat dijaga dengan memanfaatkan biji lerak (Sapindus rarak) yang berfungsi untuk mencuci batik dan rimpang laos (Alpinia galangga) untuk menghindari jamur. 

Kecerahan
Batik dengan pewarna sintesis terlihat lebih cerah dibandingkan dengan batik dengan pewarna alami. Warna yang dihasilkan dari proses pewarnaan alami cendrung menampilkan kesan luwes, elegan dan lembut. Kecerahan batik dari pewarna alami dapat ditingkatkan dengan proses pewarnaan yang dilakukan secara berulang-ulang.

Harga Jual
Harga jual batik dengan pewarnaan alami jelas lebih mahal dibandingkan dengan pewarnaan sintetis karena proses pembuatan batik dengan pewarna alami memerlukan waktu yang lama. Pengrajin menyelesaikan batik dengan pewarna sintesis dapat diselesaikan dalam waktu satu hari, sedangkan batik dengan pewarna alami membutuhkan waktu minimal tiga hari. Selain itu, ketersediaan bahan baku juga menjadi salah satu faktor yang menyebabkan harga jual batik dengan pewarna alami lebih tinggi. Batik dengan warna yang lebih tajam dan warna yang banyak akan dijual lebih mahal.

Batik dengan pewarna sintetis dibanderol dengan harga Rp 100.000, sedangkan batik dengan pewarna alami dibanderol dengan harga mulai dari Rp 300.000. Penggunaan warna alami lebih dikaitkan unsur seni sehingga sasarannya untuk golongan menengah ke atas dan luar negeri serta harga jualnya pasti lebih tinggi. Oleh karena itu, para pengrajin batik di Desa Jono menjual batik dengan pewarna alami hanya ketika ada pameran dan pesanan khusus.

Contoh batik jonegoroan dengan pewarna alami

batik pewarna alami mahoni
Batik Jonegoroan dengan Pewarna Mahoni

Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa potensi ekonomi batik jonegoroan dengan pewarna alami sangat besar serta dapat menjaga kelestarian lingkungan. Pewarna alami yang menghasilkan warna elegan dan lembut, warna yang tidak cepat pudar, harga jual yang tinggi dan adanya unsur seni dalam pembuatan batik jonegoroan dengan pewarna alami menjadikan konsumen merasa bangga saat menggunakan batik tersebut.


Nama Anda
New Johny WussUpdated: 22.02

1 komentar:

  1. Alhamdulillah artikel ini juara 4 Lomba Blogger Bojonegoro 2015, Matoh

    BalasHapus

CB